Materi dan Informasi silahkan kutip jika materi dari blog ini bermanfaat bagi anda dan jangan lupa sertakan sumbernya

WAKTU

14 June, 2020

MAKALAH TRAUMA DADA


KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirannya Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan nabi kita Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Trauma dimana makalah ini berisi tentang Trauma Dada.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain maka penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.




Pringsewu, September 2019



Penulis










DAFTAR ISI


PENDAHULUAN..................................................................................................iii

    2.1 Pengertian Trauma Dada / Thorax.................................................................1


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang  berhubungan dengan trauma di amerika serikat dan berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem multiple. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus (penetrasi). Meski trauma tumpul dada lebih umum, pada trauma ini seringtimbul kesulitan dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan rancu.
Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada component trauma toraks. 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau paramedic di lapangan), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.

1.2 Rumusan Masalah

Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini adalah:
1. Apa definisi trauma thorax ?
2. Apa etiologi trauma thorax ?
3. Apa manifestasi trauma thorax ?
4. Apa patofisiologi trauma thorax ?
5. Bagaimana penatalaksanaan trauma thorax ?

1.3 Tujuan Penulisan

Diharapkan penulis atau pembaca dapat mengetahui serta dapat mendemontrasikan penatalaksanaan penderita trauma thorax.


1.4 Manfaat Penulisan

1.      Mengetahui definisi trauma thorax
2.      Mengetahui etiologi trauma thorax
3.      Mengetahui manifestasi trauma thorax
4.      Mengetahui patofisiologi trauma thorax
5.      Mengetahui cara penatalaksanaan trauma thorax

TINJAUAN TEORI



2.1 Pengertian Trauma Dada / Thorax

  Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax,  Tamponade Jantung, dan sebagainya.
Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan sebagainya (FKUI, 1995). Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001).

2.2 Etiologi

1.      Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada
2.      Penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
3.      Penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
4.      Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
5.      Tusukan paru dengan prosedur invasif.
6.      Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
7.      Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
8.      Pukulan daerah thorax dan Fraktur tulang iga
9.      Tindakan medis (operasi)

2.3 Klasifikasi

Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1.      Trauma Tajam
a.       Pneumothoraks terbuka
b.      Hemothoraks
c.       Trauma tracheobronkial
d.      Contusio Paru
e.       Ruptur diafragma
f.         Trauma Mediastinal
2.      Trauma Tumpul
a)      Tension pneumothoraks
b)      Trauma tracheobronkhial
c)      Flail Chest
d)     Ruptur diafragma
e)      Trauma mediastinal
f)         Fraktur kosta

2.4 Patofisiologi

Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung. Adapun gambaran proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada skema

2.5 Manifestasi Klinis


2.6 Pemeriksaan Diagnostik


3.      Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
 gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH,
serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil pemeriksaannya :
Nilai Normal
Asidosis
Alkaliosis
pH ( 7,35 s/d 7,45 )
Turun
Naik
HCO3 (22 s/d 26)
Turun
Naik
PaCO2 (35 s/d 45)
Naik
Turun
BE (–2 s/d +2)
Turun
Naik
PaO2 ( 80 s/d 100 )
Turun
Naik
Tabel 1.1 : Nilai Normal dan Kesimpulan Perubahan Hasil AGD dan pH (Hanif, 2007)

Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan dalam rangka pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi / intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang tidak normal baik Asidosis maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun Metabolik. Dari pemantauan yang dilakukan dengan pemeriksaan AGD dan pH, dapat diketahui ketidakseimbangan sudah terkompensasi atau belum / tidak terkompensasi.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi.
Jenis Gangguan Asam Basa
PH
Total CO2
PCO2
Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi
Rendah
Tinggi
Tinggi
Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi
Tinggi
Rendah
Rendah
Asidosis metabolic tidak terkonfensasi
Rendah
Rendah
Normal
Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic
Normal
Tinggi
Normal
Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic
Normal
Rendah
Normal
Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik
Normal
Rendah
Rendah
Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik
Normal
Tinggi
Tinggi
Tabel 2.2 : Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)

4.      CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
5.      Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6.      EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7.      Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
8.      Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
9.      Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

2.7 Penatalaksanaan

1.      Bullow  Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.       Diagnostik :Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b.      Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c.       Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2.      Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a.       Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b.      Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c.       Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a)      Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
b)      Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

d.      Mendorong berkembangnya paru-paru.
a)      Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
b)      Latihan napas dalam.
c)      Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
d)     Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e.       Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f.       Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
g.      Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a.       Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
b.      Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
c.       Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
d.      Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
e.       Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
f.       Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
3.      Dinyatakan berhasil, bila :
a.       Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b.      Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c.        Tidak ada pus dari selang WSD.

2.8 Pemeriksaan penunjang

a.        X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b.      Diagnosis fisik :
a). Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
b). Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
c). Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
d). Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

2.2  Terapi :
a.       Antibiotika
b.      Analgetika
c.       Expectorant.

2.3  Komplikasi
a.       tension penumototrax
b.      penumotoraks bilateral
c.       emfiema


BAB III

KONSEP KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian

1.      Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2.      Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3.      Pengobatan terakhir.
4.      Pengalaman pembedahan.
5.      Riwayat penyakit dahulu.
6.      Riwayat penyakit sekarang.
7.      Dan Keluhan.

3.2 Pemeriksaan Fisik


3.      Sistem Kardiovaskuler :
a.       Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
b.      Takhikardia, lemah
c.       Pucat, Hb turun /normal
d.      Hipotensi.
4.      Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan.
5.      Sistem Perkemihan : Tidak ada kelainan.
6.      Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan.
7.      Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
a.       Kemampuan sendi terbatas
b.      Ada luka bekas tusukan benda tajam
c.        Terdapat kelemahan
d.       Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
8.      Sistem Endokrine :
a.       Terjadi peningkatan metabolisme
b.      Kelemahan.
9.      Sistem Sosial / Interaksi : Tidak ada hambatan.
10.  Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

3.3 Diagnosa Keperawatan

a.       Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
b.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
c.       Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

3.4 Intevensi Keperawatan
a.       Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.


Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
-Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
-Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
-Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi :
-Berikan posisi yang  nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
-Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
-Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
-Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
b.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan :  Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
-Menunjukkan batuk yang efektif.
-Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
-Klien nyaman.
Intervensi :
-Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
-Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
-Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
-Lakukan pernapasan diafragma.
-Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.



c.       Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan  dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
-Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
-Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
-Pasien tidak gelisah
-Intervensi :
-Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
-Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
-Tingkatkan pengetahuan  tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
-Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
-Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien,  30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.


BAB IV

PENUTUP


4.1 Kesimpulan


bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax,  Tamponade Jantung, dan sebagainya.
Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
11.  Trauma Tajam
a.       Pneumothoraks terbuka
b.      Hemothoraks
c.       Trauma tracheobronkial
d.      Contusio Paru
e.       Ruptur diafragma
f.         Trauma Mediastinal
12.  Trauma Tumpul
a)      Tension pneumothoraks
b)      Trauma tracheobronkhial
c)      Flail Chest
d)     Ruptur diafragma
e)      Trauma mediastinal
f)         Fraktur kosta
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul karena trauma dada adalah :
1.      Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5.      Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7.      Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.























DAFTAR  PUSTAKA


Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus
Bedah.Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian
keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.



Share:

0 comments:

Definition List

Unordered List