Anemia pada ibu nifas
Menurut Prawirohardjo
(2005), faktor yang mempengaruhi anemia pada masa nifas adalah persalinan
dengan perdarahan, ibu hamil dengan anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus
dan bakteri. Anemia dalam masa nifas merupakan lanjutan daripada anemia yang
diderita saat kehamilan, yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu dan
mengurangi presentasi kerja, baik dalam pekerjaan rumah sehari-hari maupun
dalam merawat bayi (Wijanarko, 2010). Pengaruh anemia pada masa nifas adalah
terjadinya subvolusi uteri yang dapat menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi
puerperium, pengeluaran
ASI berkurang dan mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Praktik
ASI tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu prediktor kejadian anemia
setelah melahirkan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
Pengeluaran ASI berkurang, terjadinya dekompensasi kordis mendadak setelah
persalinan dan mudah terjadi infeksi mamae. Di masa nifas anemia bisa
menyebabkan rahim susah berkontraksi, ini dikarenakan darah tidak cukup untuk
memberikan oksigen ke rahim.
Penanganan anemia dalam
nifas adalah sebagai berikut:
1) Lakukan pemeriksaan
Hb post partum, sebaiknya 3-4 hari setelah anak lahir. Karena hemodialisis
lengkap setelah perdarahan memerlukan waktu 2-3 hari.
2) Tranfusi darah
sangat diperlukan apabila banyak terjadi perdarahan pada waktu persalinan
sehingga menimbulkan penurunan kadar Hb < 5 gr (anemia pasca perdarahan).
3) Anjurkan ibu makan
makanan yang mengandung banyak protein dan zat besi seperti telur, ikan, dan
sayuran.
Faktor yang
mempengaruhi timbulnya anemia
Penyebab utama anemia
pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, meningkatnya
kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi), dan kehilangan
banyak darah. Anemia yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara
cepat saat cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe. Wanita usia
subur (WUS) adalah salah satu kelompok resiko tinggi terpapar anemia karena
mereka tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan dan
kehilangan Fe. Dari kelompok WUS tersebut yang paling tinggi beresiko menderita
anemia adalah wanita hamil, wanita nifas, dan wanita yang banyak kehilangan
darah saat menstruasi. Pada wanita yang mengalami menopause dengan defisiensi
Fe, yang menjadi penyebabnya adalah perdarahan gastrointestinal (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
Penyebab tersering
anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit,
terutama besi, vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari
beragam kondisi seperti perdarahan, kelainan genetik, dan penyakit kronik
(Nugraheny E, 2009).
Secara garis besar
penyebab terjadinya anemia gizi dikelompokkan dalam sebab langsung, tidak
langsung dan sebab
mendasar sebagai berikut:
1. Sebab langsung
a. Ketidak cukupan
makanan
Kurangnya zat besi di
dalam tubuh dapat disebabkan oleh kurang makan sumber makanan yang mengandung
zat besi, makanan cukup namun yang dimakan biovailabilitas besinya rendah
sehingga jumlah zat besi yang diserap kurang dan makanan yang dimakan
mengandung zat penghambat penyerapan besi. Inhibitor (penghambat) utama
penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada
biji-bijian sereal, kacang, dan beberapa sayuran seperti bayam. Polifenol
dijumpai dalam minuman kopi, teh, sayuran, dan kacangkacangan. Enhancer
(mepercepat penyerapan) Fe antara lain asam askorbat atau vitamin C dan protein
hewani dalam daging sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino pengikat Fe
untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam laktat kurang mampu
meningkatkan penyerapan Fe (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
Apabila makanan yang
dikonsumsi setiap hari tidak cukup mengandung zat besi atau absorpsinya rendah,
maka ketersediaan zat besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat
besi. Hal
ini terutama dapat
terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi makanan kurang beragam, seperti menu
makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan. Tetapi apabila di
dalam menu terdapat pula bahan - bahan makanan yang meninggikan absorpsi zat
besi seperti daging, ayam, ikan, dan vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang
ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi dapat
terpenuhi.
b. Infeksi penyakit
Beberapa infeksi
penyakit memperbesar resiko menderita anemia. Infeksi itu umumnya adalah
kecacingan dan malaria. Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara
langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing
akan menyebabkan malnutrisi dan dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi.
Infeksi malaria dapat
menyebabkan anemia. Beberapa fakta menunjukkan bahwa parasitemia yang persisten
atau rekuren mengakibatkan anemia defisiensi besi, walaupun mekanismenya belum
diketahui dengan pasti.
Pada malaria fase akut terjadi penurunan absorpsi besi, kadar heptoglobin yang
rendah, sebagai akibat dari hemolisis intravaskuler, akan menurunkan
pembentukan kompleks haptoglobin hemoglobin, yang dikeluarkan dari sirkulasi
oleh hepar, berakibat penurunan availabilitas besi.
2. Sebab tidak langsung
Beberapa penyebab tidak
langsung anemia diantaranya adalah: kualitas dan kuantitas diet makanan tidak
adekuat, sanitasi lingkungan dan makanan yang buruk, layanan kesehatan yang
buruk dan perdarahan akibat menstruasi, kelahiran, malaria, parasit : cacing
tambang dan schistosomiasis, serta trauma. Diet yang tidak berkualitas dan
ketersediaan biologis besinya rendah merupakan faktor penting yang berperan
dalam anemia defisiensi besi. Pola menu makanan yang hanya terdiri dari sumber
karbohidrat, seperti nasi dan umbi-umbian, atau kacang-kacangan, tergolong menu
rendah (penyerapan zat besi 5%). Pola menu ini sangat jarang atau sedikit
sekali mengandung daging, ikan, dan sumber vitamin C. Terdapat lebih banyak
bahan makanan yang mengandung zat penghambat zat absorpsi besi, seperti fitat,
serat, tannin, dan fostat dalam meni makanan ini (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008). Adanya kepercayaan yang merugikan seperti permasalahan
pemenuhan nutrisi pada ibu nifas yang masih sering dijumpai yaitu banyaknya
yang berpantang terhadap makanan selama masa nifas, misalnya makan daging,
telur, ikan, kacang-kacangan dll, yang beranggapan bahwa
dengan makan makanan
tersebut dapat menghambat proses penyembuhan luka setelah melahirkan juga dapat
menimbulkan anemia. Layanan kesehatan yang buruk dan hygiene sanitasi yang
kurang akan mempermudah terjadinya penyakit infeksi. Infeksi mengganggu masukan
makanan, penyerapan, penyimpanan serta penggunaan berbagai zat gizi, termasuk
besi. Pada banyak masyarakat pedesaan dan daerah urban yang kumuh dimana
sanitasi lingkungan buruk, angka kesakitan akibat infeksi, virus dan bakteri
tinggi. Dalam masyarakat tersebut, makanan yang dimakan mengandung sangat
sedikit energy. Kalau keseimbangan zat besi terganggu, episode infeksi yang
berulang-ulang dapat menyebabkan terjadinya anemia.
3. Sebab mendasar
a. Pendidikan yang
rendah
Anemia gizi lebih sering
terjadi pada kelompok penduduk yang berpendidikan rendah. Kelompok ini umumnya
kurang memahami kaitan anemia dengan faktor lainnya, kurang mempunyai akses
mengenai informasi anemia dan penanggulangannya, kurang dapat memilih bahan
makanan yang bergizi khususnya yang mengandung zat besi relatif tinggi dan
kurang dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia
b. Ekonomi yang rendah
Anemia akibat
kekurangan gizi juga lebih sering terjadi pada golongan ekonomi yang rendah,
karena kelompok penduduk ekonomi rendah kurang mampu untuk membeli makanan
sumber zat besi tinggi yang harganya relatif
mahal. Pada
keluarga-keluarga berpenghasilan rendah tidak mampu mengusahakan bahan makanan
hewani dan hanya mengkonsumsi menu makanan dengan sumber zat besi yang rendah.
0 comments:
Post a Comment