Disini penulis akan menuliskan
biografi Presiden RI Pertama yang terkenal sebagai Bapak Proklamator
Dr.(H.C.) Ir. H. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno,
nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 –
meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)[note 1][note 2] adalah
Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan
peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.:26-32
Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta)
yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali
mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia
sendiri yang menamainya.
Kehidupan
Masa kecil dan remaja
Soekarno dilahirkan dengan
seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu
Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru
ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan
keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi
sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama
Sukarmini sebelum Soekarno lahir.:4-6, 247-251 Ketika kecil Soekarno tinggal
bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Pekerjaan
Sebelum menjadi politikus
ternyata Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir.
Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir.
Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
Pengaruh terhadap karya
arsitektur
Ilmu arsitektur yang Soekarno
timba di Institut Teknologi bandung berpengaruh kepada beliau terutama Semasa
menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau
dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai
Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman
Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam
menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru
merdeka.
Soekarno membidik Jakarta sebagai
wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang
diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan pada masa datang. Beberapa karya dipengaruhi
oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek
seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior
untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara.
Bangunan Peninggalan
Masjid Istiqlal 1951
Monumen Nasional 1960
Gedung Conefo
Gedung Sarinah
Wisma Nusantara
Hotel Indonesia 1962
Tugu Selamat Datang
Monumen Pembebasan Irian Barat
Patung Dirgantara
Kiprah politik
Masa pergerakan nasional
Soekarno untuk pertama kalinya
menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang Surabaya pada
tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang Jawa-sentris dan hanya
memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan tersendiri. Dalam rapat pleno
tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya Soekarno menggemparkan sidang
dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar). Sebulan kemudian dia
mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar surat kabar Jong Java
diterbitkan dalam bahasa Melayu saja, dan bukan dalam bahasa Belanda.[18]
Pada tahun 1926, Soekarno
mendirikan Algemeene Studie Club (ASC)[note 5][20] di Bandung yang merupakan
hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi ini
menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.
Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29
Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk
dijebloskan ke Penjara Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin
dan di pengadilan Landraad Bandung 18 Desember 1930 ia membacakan pledoinya
yang fenomenal Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31
Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno
bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI.
Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores.
Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya
tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru
Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942
Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu, ia baru kembali bebas pada masa
penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang
(1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan
Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia.
Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang
kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan
pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia
seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk
Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga
Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar
Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu
aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah
pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang
melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena
menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden Soekarno sendiri, saat
pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan
bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya
dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan
dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri
Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta,
dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar
Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga
tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan
pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia
itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia
diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara
di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan
Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam
badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda
bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Soekarno bersama tokoh-tokoh
nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi),
Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi
di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus
1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke
asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang
membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda
menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia,
karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang
sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para
tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang.
Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk
kemerdekaan Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu
bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini
merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW
yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta
diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada
tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden
dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat
menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000
rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata
lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu
(AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya
mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan
dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis
di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda)
yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November
1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di
Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik
Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi
negara lainnya.
Presiden Soekarno dan Nikita
Khruschev dalam sebuah pertemuan Kepala Negara
Kedudukan Presiden Soekarno
menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan
kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,
sistem pemerintahan berubah menjadi semi presidensiil atau double executive.
Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana
Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil
presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai
politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih
demokratis.
Meski sistem pemerintahan
berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap
paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat
Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun
sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua
Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan
situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin
Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan
sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Setelah Pengakuan Kedaulatan
(Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden
Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik
Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI
Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin
kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali
berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI.
Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada
Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional,
tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi
dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta
cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala
pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal
sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang
memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit
kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi
konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya
kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan
Udara.
Presiden Soekarno juga banyak
memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap
nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955,
mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang
menghasilkan Dasasila Bandung. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika.
Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara
barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan
dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban,
ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga
menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal
Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan
Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan
Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh
kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik
berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah,
yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula,
banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila
ingat atau mengenal akan Indonesia.[
Masa marabahaya
Penembakan Istana Presiden
Pada 9 Maret 1960, Tepat siang
bolong Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang berasal dari tembakan
kanon 23 mm pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel Maukar. Maukar adalah Letnan AU
yang telah dipengaruhi Permesta. Kanon yang dijatuhkan Maukar menghantam pilar
dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja Soekarno.
Pencegatan Rajamandala
Pada April 1960, Perdana Menteri
Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev mengadakan kunjungan kenegaraan ke
Indonesia. Dia menyempatkan diri mengunjungi Bandung, Yogya dan Bali. Presiden
Soekarno menyertainya dalam perjalanan ke Jawa Barat. Tatkala, sampai di
Jembatan Rajamandala, ternyata sekelompok anggota DI/TII melakukan
penghadangan.
Granat Makassar
Pada 7 Januari 1962, Presiden
Soekarno tengah berada di Makassar. Malam itu, ia akan menghadiri acara di
Gedung Olahraga Mattoangin. Ketika itulah, saat melewati jalan Cendrawasih,
seseorang melemparkan granat. Granat itu meleset, jatuh mengenai mobil lain.
Soekarno selamat. Pelakunya Serma Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya
divonis hukuman mati.
Penembakan Idul Adha
Pada 14 Mei 1962, Bachrum sangat
senang ketika berhasil mendapatkan posisi duduk pada saf depan dalam barisan
jemaah salat Idul Adha di Masjid Baiturahim. Begitu melihat Soekarno, dia
mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya, moncong lalu diarahkan ke
tubuh Soekarno. Dalam sepersekian detik ketika tersadar, arah pun melenceng,
dan peluru meleset dari tubuh Soekarno, menyerempet Ketua DPR GR KH Zainul
Arifin. Haji Bachrum divonis hukuman mati, namun kemudian dia mendapatkan
grasi.
Penembakan mortir Kahar Muzakar
Pada 1960-an, Presiden Soekarno
dalam kunjungan kerja ke Sulawesi. Saat berada dalam perjalanan keluar dari
Lapangan Terbang Mandai, sebuah peluru mortir ditembakkan anak buah Kahar
Muzakkar. Arahnya kendaraan Bung Karno, tetapi ternyata meleset jauh. Soekarno
sekali lagi, selamat.
Granat Cimanggis
Pada Desember 1964, Presiden
Soekarno dalam perjalanan dari Bogor menuju Jakarta. Rombongannya membentuk
konvoi kendaraan. Dalam laju kendaraan yang perlahan, mata Soekarno sempat
bersirobok dengan seorang lelaki tak dikenal di pinggir jalan. Perasaan Soekarno
kurang nyaman. Benar saja, lelaki itu melemparkan sebuah granat ke arah mobil
presiden. Beruntung, jarak pelemparannya sudah di luar jangkauan mobil yang
melaju. Soekarno pun selamat.
Pembunuhan karakter
Dekade 1950-an dan 1960-an,
Amerika melalui perpanjangtanganannya Central Intelligence Agency tidak
hentinya berusaha campur tangan dalam setiap urusan negara orang lain. Di
Indonesia selain peristiwa terbongkarnya misi Allen Pope, ada juga misi rahasia
yang bertujuan membunuh karakter dan kewibawaan Presiden Soekarno melalui
agitasi dan propaganda media popular via produksi film porno yang diperankan
oleh pemeran yang mirip Soekarno. Tujuan dari kampanye hitam ini adalah
mengubah persepsi masyarakat internasional terhadap Soekarno yang anti
kapitalisme dan mengagumi kaum Hawa tetapi tunduk tak berdaya di bawah kendali
agen rahasia Rusia
Masa embargo negara Adi Kuasa
Zhou Enlai, Presiden Soekarno,
dan Kawashima pada saat Peringatan 10 Tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung
pada 19 April 1965.
Pada masa pra maupun paska
kemerdekaan, Indonesia terjepit pada dua blok negara Adi Kuasa dengan ideologi
yang bertentangan satu sama lain. Blok kapitalis yang dikomandoi Amerika dan
sekutu di satu sisi, dan blok kiri yang diperebutkan antara poros Rusia dan
Tiongkok. Amerika melakukan kebijakan embargo terhadap Indonesia karena menilai
kecenderungan Soekarno dekat dengan blok rival. Amerika tidak dapat berkutik
ketika Allen Lawrence Pope, agen Central Intelligence Agency tertangkap tangan.
Tawar-menawar penangkapan Allen Pope, Amerika Serikat akhirnya menyudahi
embargo ekonomi dan menyuntik dana ke Indonesia, termasuk menggelontorkan 37
ribu ton beras dan ratusan persenjataan yang dibutuhkan Indonesia saat itu
setelah diplomasi tingkat tinggi antara John F. Kennedy dengan Soekarno. Sementara
Rusia menerapkan embargo militer terhadap Indonesia karena genosida terhadap
elemen kiri, orang Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965-1967
Masa keterpurukan
Situasi politik Indonesia menjadi
tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan
sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari
peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di
dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan
dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang
menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Sakit hingga meninggal
Kesehatan Soekarno sudah mulai
menurun sejak bulan Agustus 1965.[29] Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap
gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan
1964.[29] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina
menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat, tetapi ia menolaknya dan lebih
memilih pengobatan tradisional.[29] Ia bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya
meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
(RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.[29]
Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh
Ratna Sari Dewi.[29] Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap
Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim
dokter kepresidenan.[29] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang
ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor
Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.[29]
Peninggalan
Gelanggang Olahraga Bung Karno
pada 1962.
Dalam rangka memperingati 100
tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta
menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".:247-251 Prangko yang
diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih
serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden
Republik Indonesia. Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan
menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai
Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an
terpampang di atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal
Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko
yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal
Rp1000. Keempat prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak
sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri. Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos
Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko,
empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung
Karno.
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat
atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan
Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang
mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan
Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga
Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie
meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung
Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya ).
demikian biografi Presiden Soekarno yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat.
diambil dari berbagai sumber.....
0 comments:
Post a Comment